Jumat, 02 Oktober 2015

Salam Rindu Untuk Ibu. Pt II

Sejak kepergian ibuk, handphone ku bisa dikatakan sepi,  ga ada yang menelponku hanya untuk menanyakan kabarku, apakah aku baik, udah makan atau belum.

Pertanyaan yang dulu menurut orang orang klise , yang setiap harinya ibuk kalau menlponku menyakan hal yang sama setiap harinya.

Malam ini, bahkan setiap hari aku selalu rindu akan pertanyaan itu
"Anak ibuk lagi ngapain?"
"Tadi berangkat kerja jam berapa? Telat ga absen pagi ini?"
"Hari ini pake baju sama celana yang mana berangkat kekantor?"
"Tadi makan siang pake apa?"
"Kerjaannya hari ini kayak mana dek"

Ya Allah.. Aku kangen semua pertanyaan itu
Sampai saat ini ga ada yang benar benar memperhatikanku, memperdulikanku, bahkan menyayangiku seperti yang ibu lakukan.

Allah tau yang terbaik untuk Ibuk,
Jika aku diperkenankan Allah untuk bertemu ibu di dalam mimpi malam ini, aku sangat ingin menanyakan pertanyaan yang kebanyakan orang menganggapnya klise juga

"Ibuk kabarnya gimana?"
"Udah minum obat?"
"Masak apa hari ini buk?"
"Adek adek gimana buk?"
"Hari ini, daun bunga yang mana yang ibu lap-in?"
"Cerita lah buk, seharian tadi ngapain aja?"

Setiap kali rindu itu datang, aku selalu melihat foto ibuk di handphone-ku, tanpa terasa air mata gak bisa ditahan, mengalir sendirinya,

Aku bersyukur Allah memberikanku anugrah yang tak ternilai yaitu bisa banyak belajar banyak hal dari Ibuk, aku ga peduli jika aku terkesan cengeng, manja, atau apalah itu sebutannya. Karna memang itulah aku untuk ibuk, aku manja dengan ibuk, aku memang selalu menangis jika rindu dengan ibuk, doping untuk semangat harianku hanya suara ibuk, tapi sekarang aku ga bisa mendapatkan doping itu lagi, semuanya hanya tinggal kenangan.

Semoga Allah memberikan tempat terbaik untuk Ibukku sayang. Aamiin

Love you always buk.

Kamis, 24 September 2015

Selamat Jalan Istriku (Repost)

Guys!, barusan aku baca salah satu blog yang sedih banget dan aku ngerasa sedih banget setelah baca cerita itu, karna cerita itu sedikit banyaknya seperti pengalamannku, beda nya cerita yang akan aku repost ini bercerita tentang seorang istri
______________________________________________

Selamat Jalan Istriku (Kisah Nyata menyentuh)

Tiba-tiba HP ku berdering, setelah menjawab salam suara diseberang telepon tampak panik “Ayah.. bunda mimisan nich.” Hmm.. kumaklumi kepanikan istriku saat itu karena belum pernah dia mengalami mimisan seperti ini.

Memang cuaca di bulan Agustus 2007 siang itu begitu teriknya. Aku pikir ini akibat cuaca yang terik itu. Kemudian aku sarankan dia untuk segera ke dokter. Beberapa hari kemudian istriku sakit pilek. Seperti biasanya kalau sakit ia hanya minum obat warung dan jarang sekali mau periksa ke dokter. “ oalah bunda…. ke dokter ajah kok takut,” ledekku, ku sorong pipi kenyalnya dengan ujung jari, ia merajuk bibirnya maju 2 centi, lucu melihatnya seperti itu.

Dua minggu berselang tapi pileknya belum juga hilang. Malah katanya ada yang terasa menyumbat di saluran hidungnya, rasanya tak nyaman dan susah bernafas. “Bun… besok kita ke Rumah Sakit ya! biar ayah ijin masuk siang,” rayuku agar ia mau ke Rumah sakit.

Keesokan harinya saya ajak ia ke RS. Bhakti Yudha Depok. Saat itu dokter THT bilang istriku alergi pada debu dan juga bulu-bulu binatang. Tapi sampai obatnya habis pileknya belum juga ada tanda-tanda kesembuhan.

Anehnya yang sering keluar lendir hanya hidung sebelah kiri saja. Bahkan istriku mulai susah bernafas melalui hidung, ia hanya bisa bernafas melalui mulut. Dan ketika saya membawanya periksa untuk kedua kalinya dokter menyarankan untuk rontgen. Namun dari hasil rontgen tidak terlihat adanya kelainan apapun di hidung istriku.

***

Tanggal 3 Nov 2007 ...

Aku mengajaknya periksa ke RS Proklamasi Jakarta, karena menurut informasi di sini peralatanya lebih lengkap. Ternyata benar, dengan alat penyedot dokter mengeluarkan lendir dari dalam hidung istriku. Senang rasanya melihat ia dapat bernafas dengan lega. “Alhamdulillah…..”

Beberapa hari kemudian sumbatan itu kembali muncul. “Duh..bunda!” Kontrol kedua ke RS. Proklamasi masih saja dokter belum bisa menyampaikan penyakit apa yang dialami istriku ini.

Dokter memasukkan kapas basah ke hidung istriku (ternyata itu adalah bius lokal), beberapa saat kemudian sebuah gunting kecil dimasukkan kedalam hidung dan.. “krek” potongan daging kecil diambil. Belakangan baru aku tau tindakan inilah yang dinamakan biopsi. Tak ada yang disampaikan kepada kami. Dokter menyarankan dilakukan CT Scan. Kemudian kami menuju ke RSCM untuk CT Scan.

Keesokan harinya hasil CT Scan aku bawa kembali ke Dokter RS Proklamasi. Setelah melihat hasil Scan, Dokterpun menyampaikan hasilnya dan juga hasil biopsi dari laboratorium.

“ini ibu positif,” kata dokter sambil menunjukkan foto CT Scan. Nampak ada sebuah massa diantara belakang hidung dan tenggorokan istriku. Cukup besar seukuran kepalan tangan. Aku masih belum mengerti maksud kata-kata nya dan memang sama sekali tak ada pikiran yang aneh aku coba bertanya, “maksudnya apa dok?”

“ibu positif kanker!”

Dek.. seolah detak jantungku berhenti “KANKER…Dok?”

Tiba-tiba mataku jadi gelap, sebuah beban berat serasa menindih badanku. Aku diam dan tak bisa berkata apa-apa, lama aku terdiam.

“Kanker..?” tanyaku,

tapi kalimat itu tak mampu terucap hanya bersarang di kepalaku. Sebuah penyakit yang selama ini hanya aku kenal lewat informasi dan berita-berita, kini penyakit itupun menghampiri orang terdekatku orang yang paling aku sayangi. Penyakit yang menakutkan itu menyerang istriku.

Kutatap wajah cantik istriku yang dibalut jilbab favoritnya, tenang.. teduh… tak ada ekspresi apa-apa aku makin bingung.

“duhh…bunda apa yang ada dalam fikiranmu bunda…”

“Sekarang bapak ke RSCM ke bagian Radiologi kita harus bertindak cepat,”

tiba-tiba aku tersadar. Segera kuambil surat pengantar dokter dan menuju RSCM.

Sungguh tak pernah terpikirkan sedikitpun sebelumnya, kini kami berada dalam deretan orang-orang penderita kanker di ruang tunggu spesialis Radiologi ini. Aroma kecemasan bahkan keputus asaan tergambar di wajah mereka. Sebenarnya ini juga saya rasakan, tapi saya harus menyembunyikan raut ini di hadapan istriku. Aku harus tetap menyuguhkan energi penyemangat padanya.

Dihadapan dokter Radiologi aku bertanya, “sebenarnya istriku kena kanker apa dok?”

“kanker nasofaring.” jawab dokter singkat.

Ya Allah….kanker apa lagi ini? Istilahnya saja aneh bagiku. Kenapa harus istriku yang mengalaminya?

“Tapi Insya Allah masih bisa disembuhkan dengan pengobatan sinar radiasi dan kemoterapy,” dokter mencoba menangkap kegalauan diwajahku.

“Nanti ibu harus menjalani pengobatan radiasi selama 25 kali.”

Terbayang beratnya derita dan kelelahan yang harus dialami istriku. Belum lagi dengan kombinasi pengobatan kemoterapy yang melemahkan fisik. Keluar dari ruang radiologi seolah semuanya jadi gelap, rasanya aku tak kuat menahan segala beban ini. Segera aku sms family dan teman-teman dekatku, aku kabarkan keadaan istriku dan kumintakan do’a dari mereka. Tak terasa bulir-bulir bening air mata bermunculan disudut mataku.

“Ayah kenapa? nangis yach..?” dengan polos pertanyaan itu keluar dari bibir istriku.

“iya, ayah sayaaang…. sama bunda,” suaraku gemetar.

Ku usap lembut kepala istriku. Ku tepis perlahan tangannya yang mencoba mengusap air mataku, ku gengggam kuat jari-jari lemahnya. Hatiku berbisik “kenapa tak ada kesedihan diwajahmu bunda? apakah bunda ga tau penyakit ini begitu berbahaya? Atau Allah telah memberitahukan ini semua kepadamu?”

“Bunda biasa ajah koq..” Jawabanya malah makin membuatku tak bisa bernafas, air mataku akhirnya jatuh juga.

Kususuri lorong-lorong RSCM dengan langkah lemas tak bertenaga seolah aku melayang, tulang-tulang terasa tak mampu menyangga badanku yang kecil ini.

Tanggal 5 Desember 2007 ...

Mulai hari itu istriku harus dirawat inap di RS. Proklamasi. Semua persiapanpun dilakukan mulai dari USG, Bond Scan dll. Hasilnya rahim masih bersih dan tulangpun normal artinya kankernya belum mejalar ke bagian lain, Alhamdulillah…sempat kuucap kata syukur itu.

Tanggal 8 Desember 2007 ...

Hari ke empat. Sore itu aku dipanggil ke ruang Dokter Sugiono yang akan melakukan Kemoterapy. Dikatakan bahwa kanker istriku stadium 2A dan Insya Allah masih bisa diobati. Istrikupun siap untuk menjalani pengobatan dengan kemoterapy. Kemudian kami minta ijin ke Dokter untuk diperbolehkan pulang sambil mempersiapkan segala sesuatunya.

Malam hari ketika kami di rumah, kami minta pendapat dari pihak keluarga tentang pengobatan yang akan kami lakukan. Dengan berbagai pertimbangan dan alasan pihak keluarga menyarankan agar kami tidak menempuh jalan kemo dan radiasi. Kami disarankan untuk menjalani pengobatan dengan cara alternatif dan pengobatan herbal.

Akhirnya sejak saat itu kami melakukan ikhtiar pegobatan dengan cara alternatif dan minum obat-obat herbal. Karena saat itu istriku sudah susah untuk menelan maka obat herbal yang diberikan tidak berupa kapsul, melainkan berupa rebusan. Setiap hari istriku harus minum ramuan dan rebusan obat-obat herbal yang baunya sangat menyengat. Tapi aku lihat ia dengan telaten dan sabar rutin minum semua obat-obatan itu.

Semangatnya untuk sembuh begitu besar. Doa pun tiada henti kupanjatkan siang dan malam. Dan malam-malamku selalu ku habiskan dengan tahajud dan hajat. Aku mulai rajin mencari semua informasi yang berhubungan dengan kanker nasofaring, mulai dari makanan, cara pengobatan, bahkan alamat klinik pengobatan alternatif. Semua informasi aku cari melalui internet, koran dan dari rekan-rekan kerja.

Tiga bulan pengobatan, tapi Allah sepertinya belum memberi jalan kesembuhan dengan cara ini, akhirnya obat herbal aku tinggalkan. Bahkan pengobatan alternatif sudah aku tinggalkan sejak 1 bulan pertama karena aku ragu. Beberapa keluarga istri mulai putus asa. Malah ada yang beranggapan penyakit ini adalah kiriman dari orang. Tapi aku bantah semuanya,sempat ada pertentangan di antara kami. Aku yakinkan istriku bahwa ini adalah memang ujian dari Allah,

“Bun..semuanya atas kehendak Allah, bahkan jauh sebelum kita lahir sudah tertulis takdir ini, usia segini bunda sakit, berobat kesini-sini itu semua sudah ada dalam catatan Allah bun. Yang penting sekarang kita jangan lelah berihtiar dan bunda tetep harus semangat untuk sembuh.” Ia mengangguk perlahan.

Berat badan istriku mulai turun drastis karena tak ada asupan makanan, sebelum sakit beratnya 53 Kg kini tinggal 36 Kg. Kondisinya makin parah dan puncaknya ketika aku lihat mata kirinya sudah tak focus. Cara ia melihat seperti orang juling. Menurut Dokter herbal yang menangani istriku inilah rangkaian perjalanan kanker tersebut yang lama kelamaan akan menyerang otak. Dokter menganjurkan untuk segera dibawa ke rumah sakit.

Tanggal 26 Maret 2008 ...

Akhirnya aku kembali membawanya ke Rumah Sakit. Kali ini aku membawanya ke RS. Husni Thamrin. Istriku ditangani oleh team yang terdiri Dokter THT, Dokter Internis dan Dokter spesialis ahli kemoterapy, Kebetulan Dokter Sugiono ahli kemoterapy yang dulu merawat istriku di RS. Proklamasi juga praktek di sini. Dan kini Dokter sugiyono kembali menangani istriku.

Sore itu Dokter memanggilku ke ruangannya. Dokter menjelaskan stadium kanker istriku sudah menjadi 4C, dan kankernya sudah mulai menggerogoti tulang tengkorak penyangga otak. Melihat hasil CT Scan nya aku merinding, terlihat jelas tulang-tulang tengkorak itu keropos layaknya daun termakan ulat. Aku ingin menjerit, “Ya Allah… begitu berat cobaan ini Kau timpakan pada kami”

“Ma’afkan ayah bun, ayah tak mampu menjaga bunda…!”

Yang lebih mengagetkan ketika dokter mengatakan, “kita hanya bisa memperlambat pertumbuhan kankernya bukan mengobati.” Seolah hitungan mundur kematian itu dimulai. Aku limbung dan hampir taksadarkan diri, sekuat tenaga aku mencoba untuk tetap tegar. Dengan dipapah adik aku keluar dari ruang dokter. Segera aku menuju Mushola kuambil air wudhu dan kujalankan sholat. Entah sholat apa yang kujalankan ini.

“Aku ingin ketenangan aku butuh pertolonganMu ya Robb. Kutumpahkan segala permohonan ini dihadapanMu yaa Allah. Bisa saja dokter memfonis dengan analisanya, tapi Engkaulah yang maha kuasa atas segala sesuatunya. Engkau maha menggenggam semua takdir, sakit ini dariMu ya Allah dan padaMU juga aku mohon obat dan kesembuhannya.”

Segala ikhtiar dan do’a tiada lelah kulakukan tuk kesembuhan istriku. Malam-malamku kulalui dengan sujud panjang disamping bangsal rumah sakit. Kubenamkan wajahku diatas sajadah lebih dalam lagi, tiba-tiba aku merasa tak mimiliki kekuatan apapun, aku berada dalam kepasrahan dan penghambaan yang lemah.

“Robb…Engkau maha mengetahui, betapa segala ihtiar telah kami lakukan. Tiada menyerah kami melawan penyakit ini, kini aku serahkan segalanya padaMu, tidak ada kekuatan yang sanggup mengalahkan kekuatannMu yaa…Robb, Tunjukkan pertolonganMu, beri kesembuhan pada istriku Ya..Allah.”

Saat itu istriku masih bisa bicara meski dengan suara kurang jelas. Karena tenggorokannya pun sudah menyempit tersumbat kanker, ia sangat kesulitan dalam bernafas. Untuk mengantisipasi agar tidak tersumbat saluran nafasnya, dokter menyarankan agar dipasang ventilator dileher istriku. Akupun menyetujuinya meskipun aku tak tega, tapi ini resiko terkecil yang bisa diambil.

Istriku pasrah, dia minta aku menemaninya ke ruang operasi. Aku sangat mengerti ia sangat takut dengan peralatan medis di ruang operasi. Kemudian aku mendampinginya kedalam ruang operasi untuk pemasangan Ventilator. Aku melihat dengan jelas leher istriku disayat kemudian dimasukkan alat bantu pernafasan itu. “Sebenarnya aku tak tega melihatmu seperti ini bunda, tapi inilah yang terbaik untukmu saat ini.”

Selesai pemasangan ventilator bicaranya sudah tak bersuara lagi. Sejak saat itu praktis komunikasi kami hanya dengan isyarat atau terkadang istriku menulisnya pada lembar-lembar catatan kecil yang sengaja aku siapkan. Tentu saja hal ini terasa capek baginya. Namun sekali lagi ia terlihat tegar tak pernah aku mendengar ia mengeluh. Akhirnya dengan berbagai pertimbangan akupun menyetujui untuk dilakukan kemoterapy terhadap istriku

Tanggal 6 April 2008 ...

Kira-kira jam 12 siang kemo tahap pertama dilakukan. Dengan perasaan tak menentu aku melihat dokter meracik obat dengan perlengkapan pengaman yang lengkap. Karena menurut dokter obat ini memang keras.

“Ya Allah beri kekuatan pada istriku…!” Beri kesembuhan melalui ihtiar obat ini ya Allah..!”

Sepanjang proses pengobatan tak hentinya kupanjatkan do’a dan dzikir dibantu dengan beberapa anggota keluarga. Menurut Dokter kemo ini dilakukan dalam 3 sampai 5 tahap. Satu tahapan kemo memakan waktu 5 hari kemudian jeda 3 minggu untuk dilanjutkan ke tahap berikutnya.

Hari kedua setelah kemo kurang lebih jam 9 malam, istriku mulai merasa mual dan muntah. Hari ketiga jam 12 malam mulai keluar mimisan dengan darah hitam mengental. Hari ke empat jam 8 pagi ketika saya memandikan dan membersihkan mulutnya yang terus menerus mengeluarkan lendir, terdapat lendir bercampur darah hitam pekat dan mengental.

Menurut dokter ini adalah tanda kankernya sudah mulai hancur. Malam harinya istriku tidur sangat nyenyak dan tidak banyak batuk berdahak seperti hari-hari sebelumnya. Alhamdulillah kemo tahap pertama selesai. Dokter bilang jika kondisi istriku membaik maka tiga hari lagi boleh pulang. Terlihat wajah cerah istriku ketika mendengar kabar ini. “nanti kalo pulang mau kemana bun.. ke Sawangan apa ke Kebayoran (rumah ibunya)?”

“ke Sawangan aja rumah kita sendiri,” jawabnya melalui secarik kertas.

Namun ternyata dua hari kemudian ia mengalami diare yang hebat ini adalah efek samping dari obat kemo, sehingga kondisinya kembali lemas. Rencana pulangpun harus ditunda menunggu kondisinya membaik. Tetapi makin hari kondisi istriku makin drop. Hingga menjelang kemo tahap kedua malah albumin dalam darahnya menurun.

Selama dirawat istriku meminta agar saya sendiri yang memandikannya, bahkan aku juga yang membersihkan kotorannya. Semuanya saya kerjakan dengan telaten karena aku merasa sekarang saatnya untuk membalas semua kebaikan yang telah dilakukannya kepadaku selama ini. Ketika istriku sehat dialah yang selalu merawatku, menemaniku dan selalu menyiapkan semua kebutuhanku.

Selama hampir satu bulan di Rumah Sakit kami merasa menemukan keluarga baru. Keakraban terjalin antara kami dengan team dokter, dengan para suster bahkan juga dengan cleaning service yang tiap hari membersihkan kamar istriku. Saya merasa senang ketika suatu hari istriku dapat tertawa riang bercanda dengan para suster meski tawanya tanpa suara.

Minggu, 4 Mei 2008 ...

Kemo tahap ke 2 dilakukan. Sepertinya Allah benar-benar menguji kesabaranku. Ketika hendak dilakukan kemo, tabung infus 1000cc yang digunakan untuk campuran obat kemo ternyata tidak ada. Rumah sakit kehabisan stock, dan ini adalah sebuah kecorobohan yang mestinya tidak terjadi.

Karena tentunya pihak rumah sakit telah mengetahui jadwal pelaksaan kemo ini. Dokterpun marah. Kemudian Dokter menyarankan saya untuk segera membeli sendiri tabung infus di tempat lain. Tujuan saya adalah RSCM sebagai Rumah sakit terdekat, namun jika menuju RSCM menggunakan kendaraan akan memakan waktu lama karena jalannya memutar. Sayapun berlari ditengah terik matahari pukul 12 siang menuju RSCM. Namun disanapun tidak tersedia, kemudian saya berlari lagi menuju RS Sant Carolus, di sinipun nihil.

Begitu juga ketika saya ke Apotik melawai tak bisa mendapatkannya. Akhirnya saya mendapatkan tabung infus tersebut di Apotik Titimurni RS. Kramat. Akhirnya kemo tahap ke 2 pun dapat dilakukan.

Senin, 5 Mei 2008 ...

Hari ini Dinda anak kami yang kecil ulang tahun ke 4. Perhatian dan kecintaan istriku pada anaknya tak pernah berkurang. Dibatas ketidak berdayaannya dia menuliskan sesuatu, “Ayah jangan lupa beliin hadiah buat Dinda, ayah beliin jaket nanti bunda titip mukena, kasihan mukena dede sudah jelek. Bilang ke dede ini mukena dari bunda.”

Atas permintaan istriku siang itu sebagai tanda syukur kami memotong 2 buah kue ulang tahun yang salah satunya untuk dibagikan ke suster-suster yang jaga. Kemudian istriku minta dibantu turun dari tempat tidur, katanya ingin duduk bareng deket Dinda. Ia mencoba memberikan senyum bahagia pada Dinda dan menyembunyikan rasa sakitnya. Sementara Dinda nampak bahagia dipangku bundanya, mungkin ia mengira bundanya hanya sakit biasa saja. Lagu “selamat ulang tahun” yang kami nyanyikan terdengar getir di telingaku. Terasa pilu aku menatap mereka.

Selasa, 13 Mei 2008 ...

Biasanya jika istriku menginginkan sesuatu ia akan membangunkan saya dengan mengetuk besi tempat tidurnya. Namun malam itu saya merasa sangat ngantuk dan lelah, saya menulis pesan pada istriku, “bun..nanti kalo perlu apa-apa panggil suster aja ya! Ayah ngatuk dan cape, jangan bangunin ayah ya!” Dengan isyarat lemah ia mengiyakan permintaanku, ia mengusap tanganku kemudian menuliskan sesuatu “ayah tidur aja gapapa kok, bunda juga mau istirahat.”

Rabu, 14 Mei 2008 ...

Entah mengapa pagi ini aku sangat ingin merawatnya. Ketika ia kembali diserang diare berkali-kali yang sangat hebat aku sendiri yang membersihkan semuanya. Kemudian memandikannya dan mengganti pakaiannya. Pagi itu aku minta Lia anak sulung kami yang masih duduk di kelas 5 SD untuk menjaga bundanya, sebelum kemudian aku tinggal berangkat kerja.

Siang pukul 11 Lia menelpon “Ayah, bunda pingsan nafasnya cepet banget.” Aku kaget dan sangat khawatir. Selang 15 menit Lia sms “bunda sekarang ada di ruang ICU”. Astaghfirullah haladziim… apa yang terjadi pada istriku. Segera aku minta izin meninggalkan kantor. Di Rumah Sakit aku dapati Lia menangis sesegukan tak berhenti. “bunda yah… tolongin bunda yahh….!”

Kuhampiri istriku yang tergolek taksadarkan diri. Perawat memasang semua peralatan pada tubuh istriku, entah alat apa saja ini. Kuusap perlahan keningnya, dingin sekali. Tangan dan kakinyapun sangat dingin. Hingga menjelang maghrib aku tak beranjak dari sampingnya. Tak hentinya mulut ini memanjatkan doa. Sementara di luar ruang ICU sudah banyak kerabat berdatangan.

Tekanan darahnya sangat rendah dibawah 70. Dokter memberikan obat penguat tekanan darah dengan dosis tinggi. Tekanan darahnya sempat naik namun masih dikisaran 75-80, sangat rendah. Berkali-kali dokter menyuntikkan obat perangsang namun hasilnya tetap sama tak berubah. Dokter memanggilku, perasaanku gelisah tak menentu, campur aduk antara cemas, bimbang dan ketakutan yang amat sangat. Dugaanku benar Dokterpun menyerah.

Melihat kondisinya yang terus menurun ia menyarankan agar semua alat bantu dilepas saja. “maksudnya dok..?” aku menodong penjelasan. “secara medis kondisi ibu sudah tidak dapat ditolong lagi, lebih baik kita do’akan saja.” Aku benar-benar lemas mendengarnya seluruh badanku gemetar merinding “benarkah tak ada lagi harapan.” Tiba-tiba aku merasakan ketakutan yang luar biasa. Aku tak mau menyerah, aku meminta agar semua alat bantu itu tetap terpasang pada tubuh istriku, sambil menunggu keputusan team dokter besok pagi.

“Aku tak mau kehilanganmu bunda.” Ku pegang kuat jemarinya, “buka matamu bunda sebentar saja, ayah ingin menatap mata bening bunda untuk terakhir kalinya,” kubisikan lembut ditelinganya.

Pukul 22, aku disodori surat pernyataan, tak sempat aku baca, kata suster ini adalah Surat persetujuan untuk melepas semua alat bantu dari tubuh istriku. “Tak sanggup aku melakukan ini bun, aku ingin tetap menatap wajahmu, aku ingin tetap mendampingimu meski dalam ketidakberdayaanmu.”

Akhirnya adikku yang menandatanganinya. Aku tak ingin selalu dihinggapi rasa bersalah jika menandatangani surat itu. Kemudian semua alat bantu dilepas dari tubuh istriku, tinggal tersisa alat pendeteksi detak jantung.

“Bun…..inilah yang terbaik yang diberikan Allah buat kita, maafkan ayah bun ayah tak bisa menjaga bunda. Ayah ikhlas bunda pergi, ayah terima semua dengan ihklas bun.. Jangan khawatir bun, ayah akan menjaga dan merawat anak-anak kita,” kubisikan lirih ditelinga istriku.

Kutemui Lia yang menunggu diluar ruang ICU, kubelai rambutnya penuh sayang. Ia menangis keras sejadi-jadinya, mungkin ia paham apa yang kumaksudkan. “Bundaa….. Lia ga mau kehilangan bunda, jangan tinggalin lia bundaa..!!” Tangisnya memekik, merebut perhatian semua orang diruang tunggu ICU ini. Semua mata menatap kami tapi mereka diam seolah mahfum dengan keadaan kami.

Dalam setiap rangkaian doaku tak pernah aku mengucapkan kata-kata menyerah “kalo memang hendak Engkau ambil maka mudahkan,” tak pernah aku menyebut kata-kata itu. Aku selalu minta kesembuhan, kesembuhan karena aku memang menginginkan istriku benar-benar sembuh.

Sepertinya kini aku harus menyerah dan pasrah “Ya.. Robb jika memang Engkau menentukan jalan lain aku ikhlas ya Allah…., mudahkan jalan istriku untuk menghadapmu dengan khusnul khootimah.”

Menurut suster dalam kondisi seperti ini pasien masih bisa mendengar. Kubimbing istriku menyebut kalimat “LAAILAHA ILLALLAH MUHAMMADUR ROSULULLAH..” perlahan aku membimbingnya. Rasanya aku mengerti betul setiap helaan nafasnya, raga kami bagai menyatu. Kuulang hingga berkali-kali dengan helaan nafas yang terirama pelan. Dua bulir bening tersembul dari sudut matanya. Aku merasakan ia sanggup mengikuti kalimat ini, terimakasih ya Allah..!

Kamis, 15 Mei 2008 ...

Aku terbangun ketika tiba-tiba seorang suster memanggil “Keluarga ibu Siti Nurhayati..!” Aku bergegas masuk ke ruang ICU, jam menunjuk Pukul 05.05, masih pagi dengan hawa dingin yang menyusup tulang. “Ma’af pak, ibu sudah tidak ada.” ujar suster tadi singkat. Meski aku tau maksudnya tapi aku masih tak percaya. Kutengok layar monitor yang terhubung ketubuh istriku. Tak ada lagi yang bergerak disana.

Bagai tersambar petir, kudekap tubuh lemas istriku. Bibirnya menoreh segaris senyum. “INNA LILLAAHI WAINNA ILAIHI ROOJIUUN.” Aku lunglai terduduk disampingnya tapi tak ada lagi air mata yang keluar. “Bun, Ayah ikhlas melepas bunda, Allah telah memilihkan jalan terbaik buat kita.”

Selamat Jalan Istriku…… jemput aku dan anak-anak nanti di pintu SurgaNya.

Semoga bermanfaat bagi yang membacanya ....

Salam Terkasih ..

Dari Sahabat Untuk Sahabat ...

Source link : http://9redaksi.blogspot.com/2015/08/selamat-jalan-istriku-kisah-nyata.html?m=1

Rabu, 16 September 2015

Shocking morning

Hari ini 16/09/15 aku dapat kejutan kecil waktu berangkat kerja.
Kejutan yang lumayan buat perih ditelapak tangan dan kenangan permanen di bagian depan samping kanan motor aku

Ga tau gimana kejadian awalnya, entah aku yg ngelamun atau gimana, tau tau udah ngerem dan nyungsep aja ke aspal, lebih tepatnya batu kerikil, karna di kawasan krueng barona itu sedang ada proyek perbaikan jalan, jadi deh kondisi tangan aku memar, motor lecet, dan kunci motorku sampe bengkok.

Rasanya semangat pagiku berhamburan dijalanan tempat kejadian, hati kecilku berteriak manggil ibu.
Memang udah kebiasaanku jika terjadi sesuatu hal yang buat aku shock aku selalu manggil "ibu" untuk pegangan saat aku ngerasa terguncang.

Balik ke kejadian tadi, dasar orang indonesia ya, selalu ada "untungnya" .
Untungnya aku pake helm dengan kaca hitam nutupi wajah dan pake celana warna hijau kecoklatan, jadi orang ga liat wajah aku, dan celana ga terlalu keliatan berdebu karna jatuh tadi.

Tapi sepanjang jalan dibalik helm aku ngedumel sama diri sendiri,
"kok bisa sih ngelamun sambil bawa motor"
"Mikirin apalah aku tadi"
"Ya ampun malunya aku ini, pagi pagi udah diliatin orang orang"
"Mereka nandai ga ya? Motor aku? Jacket aku? Atau hal bodoh yang aku alami tadi semuanya terekam jelas dipikiran mereka?"

Seribu spekulasi ga jelas memenuhi pikiranku, akhirnya semuanya aku buang dengan kalimat yang aku anggap sebagai pembersihan.

"Alaaah siapa juga yang ingat kejadian ga penting itu,  emang nya aku selebritis apa? Jatoh trus di tonton khalayak ramai"

Ya... Walaupun sampe sekarang masih kepikiran hal bodoh tadi, wait!! Hal bodoh? Kok bisa aku nyebutnya hal bodoh? Itu kan bukan hal disengaja, tapi insiden.

Semoga kedepan nya bisa lebih berhati hati

PS: untuk pemegang proyek perbaikan jalan Ulee kareng - Blangbintang, you guys the real mother fu*ker bro! Bahayain orang orang dengan proyek kalian yang udah berjalan 3 bulan, aku sebagai pengguna jalan ngerasa terganggu banget

Iman Sapta Hadi
-Banda Aceh September, 16th 2015

Rabu, 09 September 2015

Salam Rindu untuk Ibu

Malam ini rasanya aku kangeeen banget sama ibu.
Sejak ga ada ibu, semuannya berubah, dulu... Kalo kangen tinggal telpon atau langsung berangkat naek bis  malam trus paginya bisa bisa meluk  ibu.

Kalo sekarang rasa kangen cuma bisa dipendam rapat didada, terasa sesak memenuhi rongga dada, ga tau sampai kapan penuhnya dan kapan meluapnya, kebangun malam cuma bisa nangis ngerasain kangen sama ibu, aku emang tipe orang yang gampang jatuhin air mata kalo udah berhubungan dengan ibu, sejak ibu masih ada aja aku sering nangis kalo rindu tapi waktu ga memungkinkan untuk pulang, apa lagi kondisi sekarang.

Banyak yang saranin ke aku, kalo kangen sama orang yang udah meninggal dengan berbagai cara, tapi Doni temen chatingku kasi tau cara yang mudah dan bisa dilakukan kapan aja, begini caranya "tarik napas yang dalam, sentuh dada kiri pake tangan kanan sambil bacakan surat Al-Fatihah dan ucapin kangen ke ibu"
Dan itu selalu aku lakukan kalo aku kangen sama ibu. Thanks don :)

Alhamdulillah aku selalu mengucap syukur sama Allah SWT yang telah melahirkanku dari rahim wanita supertangguh, penyabar, baik hati dan semuanya yang mendeskripsikan tentang Ibu, semoga kelak kita bisa kumpul lagi ya buk, lebaran kemarin rasanya ga lengkap buk, cuma ibu yang bisa melengkapi semuanya, hal yang paling adek rindukan kalo lebaran itu cium tangan ibu trus meluk ibu sambil minta maaf, itu rasanya yang namanya terlahir kembali.

Pokoknya kalo mau lebaran itu moment nya banyak yang bikin ngangenin buk
Inget ga? Ibu kalo buat kue sampe 4Kg adonan, itu kita buat sekeluarga mulai dari sahur sampe ketemu sahur lagi dan itu tulang rasanya mau remuk hehe, tapi rasa itu ilang saat ibu susun kuenya dengan rapi di toples, satu persatu ibu susun dengan rapi tanpa ada kesalahan sedikitpun, susunan nya sangat detail.

Malam takbiran lain lagi ceritanya, kita sekeluarga selalu begadang ya buk, rame rame beresin rumah, mulai dari pasang gorden, pel lantai, bentang ambal, cuci daun bunga yang berdebu pokoknya harus tampuil matang saat hari yang fitri tiba, capek? Iya ngantuk? Apa lagi.. Karna dulu ibu pernah bilang "kapan lagi kita bersihin rumah bareng bareng kalo ga mau lebaran, nanti anak ibu tau sendiri gimana berharganya wakti bersama" dan sekarang aku ngerasain banget dan sangat paham dari kata kata ibu, dulu sih cuma masuk kuping kanan keluar kuping kiri, sekarang? Kangeeeeeennn suasana itu buk :(

Tadi jeda sebentar sambil narik nafas, tangan kanan di dada kiri trus baca Al-Fatihah sambil ucapin kangen ke ibu.

Buk.. Adek ga tau sampe kapan adek bisa nahan rindu adek ke ibu, rasanya pengen cepat ketemu ibu, semoga adek bisa mimpi ketemu ibu ya setiap adek kangen sama ibu, salam sayang selalu yang tak tergantikan.

-Iman SH

Selasa, 08 September 2015

Greetings 2.0

Rasanya sudah lama sekali aku tinggalkan blog ini, jika di ibaratkan bangunan kosong mungkin disana sini sudah dipenuhi debu yang tebal serta disudut ruangan dipenuhi dengan sarang laba-laba

Beberapa tahun aku tinggalkan blog ini sudah banyak hal dan moment yang aku lewatkan untuk aku tuangkan kedalam tulisan disini, mulai dari Liburan keluar negri, perobatan ibu mulai dari kemo terapi, operasi, sampai ibu meninggal dunia dan juga keluargaku pindah ke kota lain.

Semuanya inshaAllah akan aku ceritakan secara acak sesuai ingatanku untuk moment tertentu, walaupun aku yakin tidak ada yang mampir atau membaca. Lagi pula aku menggap tempat ini sebagai buku harianku walaupun tidak secara harian aku postingkan disini.

Salam.

Sabtu, 01 Desember 2012

29 Hari

Terasa berat..
Mungkin aku seperti pria lemah yang hanya dikarenakan masalah keuangan saja aku sudah hampir rapuh

Aku hanya terlampau jauh menerawang kedepan
Bagaimana aku menjalani December ini yang masih tersisa 29 hari lagi
Sementara di saku ku, sudah kosong tidak ada apa apa.

Sebenarnya aku malu untuk berkeluh kesah dengan nya, aku seakan terlihat manja, tidak mandiri dan tidak optimis untuk melewati 29 hari lagi,
Tapi saat, ini hanya dia yg aku rasa nyaman untuk menyampaikan apa yang aku rasa.

dia mengatakan :
" Aku kan slalu ada buat kamu, aku yakin kamu bisa melaluinya..dinikmati ajaa hidup ini seperti apapun keadaan kita"
Jujur aku terharu :')

Dia juga mengirimkan lyric lagu dari band kawakan negri ini, dan aku rasa lyric nya sangat menyejukan dan menenangkan hatiku

" Menari lah dan terus tertawa walau dunia tak seindah surga, bersyukurlah pada yg kuasa, cinta kita di dunia selamanya"

Mungkin ini salah satu fase pendewasaan buatku, karna ga semua hal, baik itu kebahagiaan, ketenangan bisa dinilai dari materi.

Juga ada sebuah kutipan yang semakin menyemangatiku

"Pilot yang handal tidak terlahir dari angin yang tenang"

Semua kutipan, nasehat yang aku dapat aku resapi dan aku maknai dengan seksama untuk menenangkanku.

Terima Kasih Tuhan, sudah banyak caraMu mendewasakanku untuk menjadi hambamu yang lebih baik, karna aku tau, mungkin dengan caraMu inilah aku bisa memaknai hidup, dan dapat mensyukuri atas nikmatMu yang Kau beri.

---------------------------------------
Aceh Besar, December 1st, 2012

Iman Sapta Hadi

Kamis, 29 November 2012

Tetesan rasa

Sore ini baru saja rinai hujan telah usai, meninggalkan dedaunan basah
Tetesan air hujan yang masih suci belum tercampur abu begitu indah kutatap dari dekat.

Setiap tetesan air yg langit tumpahkan ke bumi begitu terasa menyejukan dan menenangkan kurasa

Hal yang sama kurasa saat kau berada didekatku, walau status hubungan kita saat ini hanya teman,
Ya... Hanya teman, tapi cukup membuat perasaan ini damai didekatnya.

Sebatas teman, mungkin akan lebih nyaman kita jalani dari pada mempunyai "status" yang hanya menyakitkan rasa

Kau masih begitu spesial bagiku dan akan tetap menjadi yang spesial dihatiku

Kenapa kamu tertawa membacanya?

Apa tulisan ini tentang kamu?

Hmmmm harus aku katakan bahwa yaa ini tentang kamu

Terlalu dalam aku memuja mu, sampai sampai aku lupa bagaimana caranya menulis kekuranganmu...

Cukup kamu tau bahwa ini semua memang nyata, bukan mimpi ku lagi, bukan ilusiku lagi, ketika aku mulai bisa menikmati hadir mu, ketika kamu mulai ada disekitar ku..entah apa namanya ini..

Terlalu rumit jika aku jabarkan apa rasanya, ini seperti menghidupkan ku kembali, kembali merasakan panas dan dinginnya rasa yang dulu pernah ada, merasakan degup yang begitu hebat, sebegitu hebatnya aku takut mengungkapkannya.

--------------------------------------

Iman Sapta Hadi

Banda Aceh, December 28th, 2015